Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Dorong Generasi Muda Jadi Pengawas Demokrasi: “Hanya dari Proses yang Baik, Lahir Pemimpin yang Baik”

Dokumentasi program Pengawas Partisipatif (P2P) Daring 2025, yang digelar secara virtual pada Selasa (4/11/2025).

Dokumentasi program Pengawas Partisipatif (P2P) Daring 2025, yang digelar secara virtual pada Selasa (4/11/2025).

Kendal, Bawaslu – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendorong generasi muda untuk berperan aktif dalam menjaga integritas demokrasi melalui program Pengawas Partisipatif (P2P) Daring 2025, yang digelar secara virtual pada Selasa, 4 November 2025. Kegiatan yang melibatkan peserta dari Bawaslu Kota Semarang, Kabupaten Semarang, dan Kabupaten Kendal ini menjadi ajang penting untuk memperkuat kapasitas pengawas partisipatif di seluruh Jawa Tengah.

 

Demokrasi dari Rakyat, oleh Rakyat, dan untuk Rakyat

Fasilitator pelatihan, Muhammad Habibi, membuka kegiatan dengan penekanan pentingnya pemahaman demokrasi yang substansial.

“Demokrasi bukan sekadar teori, tetapi sistem yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat,” tegas Habibi.

Ia menambahkan bahwa kualitas demokrasi tidak hanya bergantung pada peserta pemilu, tetapi juga pada penyelenggara dan pemilihnya.

“Setiap suara memiliki nilai yang menentukan arah masa depan bangsa,” ujarnya.

Habibi menjelaskan, program Pengawasan Partisipatif (P2P) merupakan terobosan Bawaslu untuk melibatkan masyarakat—terutama generasi muda—dalam pengawasan pemilu. Program ini bertujuan membangun budaya pengawasan kolektif melalui edukasi, sosialisasi, dan penyebaran informasi.

“Pemilih cerdas harus menolak iming-iming ‘serangan fajar’ dan tidak menjual suaranya untuk kepentingan sesaat,” pesan Habibi.

 

Fokus Pencegahan Pelanggaran: Sinergi Bawaslu dan Masyarakat

Dalam sesi pertama bertema “Berfungsi dan Bergerak untuk Pemilu 2019”, Maria Goreti, Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Semarang, menegaskan pentingnya pendekatan pencegahan dalam menjaga integritas pemilu.

“Pencegahan bukan hanya tugas pengawas, tapi tanggung jawab bersama antara Bawaslu, masyarakat, dan media,” ujar Maria.

Ia mencontohkan berbagai langkah nyata seperti Deklarasi Kelurahan Anti Politik Uang di 177 kelurahan, pembentukan komunitas digital pengawas partisipatif, serta kerja sama dengan kampus dan sekolah melalui audiensi dan MoU.

Maria juga menyoroti maraknya politik uang dan berita bohong di era digital.

“Setiap individu bisa jadi pengawas partisipatif di dunia maya, dengan meluruskan informasi hoaks di lingkungan sekitar,” tandasnya.

 

Transparansi Pelaporan: Tak Ada Laporan yang Diabaikan

Pada sesi kedua, Agus Riyanto dari Bawaslu Kabupaten Semarang memaparkan pentingnya memahami mekanisme pelaporan dugaan pelanggaran pemilu. Ia menyoroti rendahnya jumlah laporan masyarakat akibat minimnya pengetahuan prosedural dan kekhawatiran sosial.

“Bawaslu memastikan tidak ada informasi yang diabaikan. Semua laporan, bahkan informasi awal, akan diverifikasi dan ditelusuri,” tegas Agus.

Ia menjelaskan bahwa masyarakat berhak melapor dalam waktu 7 hari sejak mengetahui pelanggaran, baik dengan bukti langsung maupun melalui informasi awal yang akan diverifikasi lapangan.

“Prinsipnya, setiap informasi dari masyarakat adalah modal penting untuk mencegah pelanggaran,” ujarnya.

 

Memahami Sengketa Proses Pemilu: Cepat, Sederhana, dan Akuntabel

Sesi ketiga menghadirkan Solikin, Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Kendal, yang memaparkan teknis Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu (PSPP).

Solikin menegaskan bahwa PSPP berbeda dengan sengketa hasil pemilu karena berfokus pada keputusan atau berita acara KPU yang dianggap merugikan peserta pemilu.

“Penyelesaian sengketa harus dilakukan cepat, sederhana, dan akuntabel. Bawaslu harus memastikan keadilan tanpa menghambat tahapan pemilu,” jelasnya.

Ia juga memaparkan bahwa Bawaslu kini menggunakan Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS) untuk mempercepat proses digitalisasi laporan.

“SIPS memperkuat transparansi, tapi tantangannya adalah kesiapan jaringan dan pemahaman teknis di daerah,” ungkap Solikin.

 

Generasi Muda di Garda Terdepan Pengawasan

Menutup seluruh rangkaian kegiatan, Habibi kembali mengingatkan pentingnya peran strategis generasi muda yang kini mendominasi lebih dari 50% jumlah pemilih nasional.

“Hanya dengan proses yang baiklah akan lahir pemimpin-pemimpin yang baik,” ujarnya penuh keyakinan.

Ia berharap kegiatan P2P menjadi investasi sosial dan amal jariyah bagi para peserta yang berkomitmen menjaga demokrasi Indonesia tetap bersih dan berintegritas.

“Kita semua punya tanggung jawab moral untuk memastikan pemilu berjalan jujur, adil, dan bermartabat,” tutup Habibi sebelum acara ditutup dengan doa bersama.